Eat Drink Man Woman adalah film 1994 karya Ang Lee yang berhasil memadukan komedi romantis dan drama keluarga dengan sentuhan unik khas Taiwan.
Hai, LemoList! Bayangin deh, sebuah rumah di Taipei penuh aroma masakan lezat dan tiga putri dengan kisah hidup masing-masing, yang semuanya berpusat pada Sunday dinner ayah mereka, Tao Chu.
Film ini bukan cuma soal makanan, tapi juga tentang cinta, konflik generasi, dan bagaimana tradisi bertemu modernitas.
Disajikan dalam bahasa Mandarin dengan subtitle Inggris, “Eat Drink Man Woman” jadi bagian penting dari trilogi Ang Lee, “Father Knows Best”, yang hangat sekaligus bijaksana soal hubungan keluarga dan hidup.
Table of Contents
Karakter Utama dan Dinamika Keluarga

Mari kita lihat dulu siapa saja yang membuat “Eat Drink Man Woman” terasa hidup dan hangat. Film ini bukan hanya soal masakan lezat, tapi juga tentang bagaimana satu ayah dan tiga putrinya menjalani kehidupan yang penuh dinamika dan konflik kecil sehari-hari.
Tao Chu – Sang Chef Legendaris dan Ayah Tunggal
Tao Chu adalah pensiunan chef legendaris Taiwan yang hidup sendiri setelah istrinya meninggal 16 tahun lalu. Rumahnya dipenuhi aroma masakan, tapi hatinya kadang sepi.
Hubungan Chu dengan tiga putrinya rumit; ia mengekspresikan cinta lewat hidangan Sunday dinner multi-kursus yang ia persiapkan dengan obsesif, meski sering ada ketegangan di meja makan.
Masakan baginya lebih dari rasa di lidah—itu adalah bahasa cinta dan filosofi hidup, cara Chu menjaga ikatan keluarga meski rasa kehilangan menghantui.
Baca Juga, Yah! Fargo 1996: Dark Comedy, Crime Drama, dan Kejeniusan Coen Brothers
Tiga Putri dengan Dunia Mereka Sendiri
Di sisi lain, tiga putrinya punya dunia dan konflik masing-masing:
- Jia-Jen, sang kakak, guru yang bertanggung jawab, memikul banyak beban emosional, dan perlahan membuka hatinya pada cinta baru.
- Jia-Chien, putri tengah yang ambisius dan karier cemerlang, sempat berseteru dengan ayahnya karena tak bisa mengejar bakat memasaknya.
- Jia-Ning, si bungsu, polos dan romantis, bekerja di Wendy’s untuk kuliah, namun jatuh cinta pada pacar teman yang menimbulkan drama.
Mereka semua menambahkan warna dan konflik yang membuat “Eat Drink Man Woman” terasa realistis dan menghibur.
Baca Juga, Yah! 5 Pemeran di Goodfellas yang Bikin Film ini Nggak Berhenti Dibahas
Tema Utama dalam Film

Sekarang, LemoList, kita kulik tema besar yang bikin film ini bukan cuma soal makan enak tapi juga tentang keluarga, cinta, dan modernitas.
Makan Mingguan – Lebih dari Sekadar Hidangan
Sunday dinner keluarga Chu bukan sekadar rutinitas. Makanan di film ini adalah simbol komunikasi, cinta, dan emosi yang tak bisa diucapkan.
Chu menyiapkan setiap hidangan dengan detail, tapi ketegangan sering muncul di meja makan, menunjukkan jarak emosional mereka. Saat indera perasa Chu memudar, hubungan mereka pun terasa hambar; begitu ia kembali, selera hidup dan hubungan keluarga ikut bangkit.
Hubungan Ayah dan Anak, Kehilangan, dan Pertumbuhan
Chu menghadapi kesepian dan hubungan yang renggang dengan putrinya, tapi film ini menunjukkan proses regenerasi keluarga.
Hubungan baru terbentuk—seperti dengan putri kecil teman Chu—dan setiap karakter belajar menemukan keseimbangan antara tradisi dan kehidupan modern. Akhirnya, kehilangan justru membuka jalan bagi kebahagiaan yang lebih besar dan hubungan yang lebih erat.
Benturan Generasi dan Modernitas
“Eat Drink Man Woman” menyoroti ketegangan antara nilai tradisional Konfusian dan pengaruh Barat. Karier, pendidikan, dan kebebasan pribadi menjadi medan pertarungan antara harapan keluarga dan pilihan individu. Meski konflik muncul, film ini menampilkan kompromi yang manis: setiap karakter menemukan jalannya sendiri tanpa meninggalkan akar keluarga.
Twist dan Momen Tak Terduga
Film ini penuh kejutan dan humor halus. Pengumuman pernikahan yang mengejutkan, Jia-Chien yang tetap tinggal di rumah, dan ironi di balik makan malam membuat cerita tetap segar dan menghibur.
Adegan lucu, gestur cerdas, dan twist emosional memberi warna tersendiri, memastikan “Eat Drink Man Woman” meninggalkan kesan mendalam sekaligus hangat di hati penonton.
Pesan dan Warisan “Eat Drink Man Woman”
LemoList, dari “Eat Drink Man Woman”, kita belajar bahwa makanan bisa lebih dari sekadar mengenyangkan perut. Sunday dinner keluarga Chu adalah simbol cinta, komunikasi, dan perhatian yang tak selalu terucap.
Setiap hidangan, aroma, dan cita rasa membawa kenangan, nostalgia, sekaligus membuka ruang bagi emosi yang selama ini tertahan. Kembalinya indera perasa Chu di akhir film pun menandakan kebangkitan selera hidup sekaligus menguatkan ikatan keluarga, membuktikan bahwa masakan bisa menjadi jembatan hati yang paling manis.
“Eat Drink Man Woman” mengajarkan bahwa regenerasi hubungan dan kemampuan beradaptasi dengan modernitas bukan kehilangan tradisi, melainkan cara menciptakan keluarga yang lebih erat dan penuh makna. LemoList, kalau kamu penasaran dengan cerita hangat dan insight film lain, yuk eksplor lebih banyak di Lemo Blue – Berita Musik dan Film!