The Tale of The Princess Kaguya mungkin kelihatan kayak dongeng klasik Jepang yang manis, tapi tunggu dulu, LemoList — film ini justru salah satu karya Studio Ghibli paling emosional dan bikin dada sesak.
Dirilis pada 23 November 2013 dan disutradarai oleh maestro Isao Takahata, film ini diadaptasi dari kisah rakyat tertua Jepang, The Tale of the Bamboo Cutter. Dengan gaya visual yang mirip lukisan air bergerak, Takahata menciptakan dunia yang lembut tapi juga getir.
Bayangin aja, film sepanjang 137 menit ini bukan cuma cerita fantasi sejarah — tapi refleksi tentang makna jadi manusia, lewat setiap garis tinta, diam, dan ruang kosongnya.
Table of Contents
Sinopsis The Tale of The Princess Kaguya
Kalau kamu nonton The Tale of The Princess Kaguya tanpa tahu apa-apa, awalnya mungkin kamu bakal mikir ini cuma kisah dongeng klasik Jepang. Tapi ternyata, cerita ini lebih dalam dari yang kelihatan. Yuk, kita mundur ke awal kisahnya — saat sebuah keajaiban kecil muncul di tengah hutan bambu.
Awal Mula: Cahaya di Dalam Bambu

Suatu hari, seorang kakek penebang bambu bernama Okina menemukan cahaya aneh dari sebatang bambu. Di dalamnya, ada bayi mungil berukuran sekecil boneka.
Ia dan istrinya, Ōna, menganggap bayi itu hadiah dari surga, lalu merawatnya dan memanggilnya “Putri”. Anak itu tumbuh super cepat, seperti batang bambu yang baru dipotong.
Kaguya tumbuh di desa bersama anak-anak lain yang menjulukinya “Takenoko” atau Little Bamboo. Hidupnya sederhana, tapi bahagia — penuh tawa, tanah, dan sinar matahari.
Ia juga bersahabat dekat dengan Sutemaru, bocah desa yang selalu ada di sisinya. Namun kebahagiaan itu perlahan berubah ketika sang ayah menemukan emas dan kain sutra di dalam bambu lain.
Okina yakin harta itu pertanda bahwa The Tale of The Princess Kaguya belum selesai — Kaguya ditakdirkan hidup mewah sebagai bangsawan. Mereka pindah ke ibu kota Kyoto, tempat Kaguya diajari sopan santun istana oleh Lady Sagami.
Tapi kehidupan baru itu terasa sempit. Semua aturan membuatnya sesak. Kaguya mulai mempertanyakan: apakah menjadi “putri” berarti berhenti jadi manusia?
Saat beranjak dewasa, Kaguya menjadi pusat perhatian lima bangsawan yang ingin meminangnya. Ia menolak semuanya dengan cara halus tapi cerdas — meminta hadiah mustahil yang tak bisa mereka temukan.
Bahkan ketika Kaisar datang melamarnya, Kaguya tetap menolak. Di dalam hatinya, ia hanya ingin kembali ke desa dan bertemu Sutemaru, satu-satunya orang yang membuatnya merasa hidup.
Ending Cerita: Kembali ke Bulan

Namun kebahagiaan di bumi tak bertahan lama. Kaguya bukan manusia biasa; ia berasal dari bulan — roh langit yang dikirim untuk merasakan kehidupan manusia. Ketika para makhluk bulan datang menjemputnya, Kaguya menolak, tapi tak bisa melawan takdir.
Saat jubah bulan dipakaikan ke tubuhnya, semua kenangan, rasa, dan air mata yang pernah ia alami lenyap. Ia naik ke langit, meninggalkan bumi — tempat yang pernah mengajarkannya cara merasa, sekaligus cara kehilangan.
The Tale of The Princess Kaguya menutup kisahnya bukan dengan bahagia atau sedih, tapi dengan keheningan — seolah ingin bilang ke kamu, LemoList: setiap hal yang hidup pasti akan pergi, tapi rasa yang tertinggal akan tetap abadi.
Baca Juga, Yah! From Up on Poppy Hill (2011): Keluarga Nggak Harus Sedarah
Pesan dan Pembelajaran Hidup dari The Tale of The Princess Kaguya

Kalau kamu pikir The Tale of The Princess Kaguya cuma cerita sedih tentang putri yang kembali ke bulan, tunggu dulu, LemoList! Di balik visualnya yang lembut dan hening, film ini penuh pelajaran yang nyentuh banget soal hidup, manusia, dan hal-hal kecil yang sering kita lupakan.
1. Menjadi Manusia Artinya Berani Merasa
Kaguya datang ke bumi bukan untuk jadi putri cantik atau sosok sempurna, tapi untuk merasakan — bahagia, marah, takut, sampai patah hati.
Dari situlah The Tale of The Princess Kaguya ngajarin kita bahwa hidup yang sebenarnya justru terasa saat kita berani menghadapi emosi yang bikin sesak. Rasa sakit dan kehilangan bukan kutukan, tapi tanda kalau kita masih punya hati yang hidup.
2. Kekayaan yang Malah Mencuri Kebahagiaan
Setelah hidup bebas di desa, Kaguya dibawa ke istana, penuh kemewahan dan aturan. Tapi di sanalah ia paling hampa.
The Tale of The Princess Kaguya jadi semacam kritik halus: harta dan status nggak selalu bikin bahagia. Kadang yang sederhana justru lebih murni, kayak tawa bareng teman masa kecil atau embusan angin sore di sawah.
3. Ekspektasi Sosial yang Beratnya Nggak Main-Main
Setiap langkah Kaguya di istana diatur — cara bicara, senyum, sampai napas pun harus elegan. Ia mulai kehilangan dirinya sendiri.
Lewat kisah ini, The Tale of The Princess Kaguya ngasih cermin ke kita tentang betapa capeknya hidup buat memenuhi standar orang lain. Semua orang, apalagi perempuan, sering dipaksa “sempurna” sampai lupa rasanya jadi diri sendiri.
4. Alam, Rumah yang Sebenarnya
Salah satu momen paling indah di The Tale of The Princess Kaguya adalah ketika ia bernyanyi: “Birds, bugs, beasts, grass, trees, flowers. Teach me how to feel.”
Alam selalu jadi tempat ia merasa paling hidup. Film ini seperti bilang, semakin jauh kita dari alam dan kesederhanaan, semakin kosong batin kita.
5. Belajar dari Keheningan dan Kekosongan (Ma)
Isao Takahata sengaja menghadirkan ruang kosong dalam visual film — bukan karena malas, tapi karena ingin bikin kamu ikut merasa hampa.
Konsep Ma ini, yang berarti “ruang” atau “jarak tenang”, jadi jantung emosional The Tale of The Princess Kaguya. Dari keheningan itu, kita belajar bahwa diam juga bisa jadi cara paling jujur untuk memahami diri sendiri.
6. Harapan yang Nggak Pernah Benar-Benar Hilang
Meski akhir kisahnya tragis, The Tale of The Princess Kaguya tetap menyelipkan sinar kecil di tengah duka. Hidup mungkin nggak selalu seperti yang kita mau, tapi selalu ada siklus baru yang menunggu.
Layaknya bulan yang terus berganti fase, kehilangan bukan akhir dari cerita — cuma bagian dari perjalanan menuju versi diri yang lebih utuh.
Baca Juga, Yah! The Secret World of Arrietty (2010): Dunia Mini yang Bikin Hati Gede
Dongeng yang Terlalu Nyata untuk Dilupakan
The Tale of The Princess Kaguya adalah refleksi tentang makna menjadi manusia—merasakan, kehilangan, dan tetap mencari makna di antara kekosongan. Gaya visualnya yang seperti lukisan hidup seakan membawa kita ke dunia sunyi, di mana setiap sapuan tinta menyimpan emosi yang dalam.
Film ini menunjukkan bahwa keindahan sering lahir dari kesedihan, dan bahwa manusia menjadi “hidup” justru karena mampu merasakan segalanya, termasuk perpisahan.
Bertahun-tahun setelah perilisannya, pesan dari The Tale of The Princess Kaguya tetap relevan—tentang kejujuran terhadap diri sendiri, hubungan dengan alam, dan arti kebahagiaan yang sederhana.
Kalau kamu, merasa tersentuh oleh kisah ini, jangan berhenti di sini. Yuk, eksplor lebih banyak kisah penuh makna dan filosofi hidup lainnya di Lemo Blue, tempat cerita dan emosi bertemu dalam satu ruang hangat untuk para pencinta seni dan film.