Hedda adalah film adaptasi karya Nia DaCosta dari drama legendaris Hedda Gabler (1891) karya Henrik Ibsen ini bakal bikin kamu ngerasa kayak lagi ngintip sisi tergelap seseorang yang terlalu pintar buat dunianya sendiri.
Berlatar di Inggris tahun 1950-an, film ini ngebawa kisah klasik itu ke nuansa baru yang lebih berani—dengan karakter Hedda yang kini berkulit hitam, berdarah campuran, dan punya sisi queer yang kuat.
Selama 1 jam 47 menit, Hedda ngajak kamu jalan-jalan ke pesta penuh intrik, rahasia, dan kehancuran yang elegan.
Table of Contents
Sinopsis Hedda (2025)

Satu malam yang awalnya cuma dimaksud buat pesta kecil di rumah mewah berubah jadi ajang kekacauan emosional. Begitulah dunia Hedda.
Film ini ngebuka kisahnya lewat Hedda (Tessa Thompson) dan suaminya, George Tesman (Tom Bateman), seorang akademisi ambisius yang pengin dapetin posisi profesor baru.
Untuk ngebantu karier sang suami, ia ngadain pesta elegan di rumah baru mereka di pedesaan Inggris. Tapi malam itu berubah drastis waktu tamu tak terduga datang.
Tamu itu adalah Dr. Eileen Lovborg (Nina Hoss), pesaing utama George sekaligus mantan kekasih Hedda.
Sekarang Eileen udah sukses dengan tulisan-tulisannya tentang seksualitas perempuan—hal yang bikin ia ngerasa tersingkir dan terjebak dalam peran sosial yang ngebelenggu.
Masih nyimpan rasa yang belum selesai, Hedda makin terobsesi setelah Eileen menolak cintanya dan milih Thea Clifton (Imogen Poots) sebagai pasangan sekaligus rekan kerja. Dari situ, ia mulai main api—secara harfiah dan emosional.
Ia sabotase Eileen, ngerusak ketenangannya, bahkan ngambil naskah penelitian penting yang jadi karya hidupnya. Semua dilakukan karena rasa iri, amarah, dan keinginan buat merasa berkuasa lagi.
Ketika situasi makin panas, Hedda memperlihatkan sisi tergelap tokoh utamanya. Dengan pistol warisan keluarga di tangannya, ia mendorong Eileen buat ngakhiri hidupnya sendiri.
Di titik ini, film benar-benar nunjukin gimana kehancuran bisa lahir dari jiwa yang haus kendali dan cinta yang nggak tersampaikan.
Hedda adalah kisah perempuan yang ngerasa terjebak di dunia yang nggak kasih ruang buat dirinya bersinar.
Baca Juga, Yah! Caught Stealing (2025): Lain Kali Nitip Naspad Aja, Jangan Kucing!
Ending Hedda (2025) — Senyum Hedda di Antara Hidup dan Kematian

Nia DaCosta ngebungkus akhir film ini dengan gaya yang ambigu—nggak ada jawaban pasti, cuma perasaan ganjil yang ngendap lama setelah kredit naik.
Api, Peluru, dan Keputusan yang Salah
Di akhir film, Hedda membakar naskah Eileen—simbol dari karya, cinta, dan harga diri mantan kekasihnya itu. Dengan wajah datar, ia kasih pistol ke Eileen, seolah nyuruhnya menyerah aja sama hidup.
Tapi Eileen memilih bertahan. Saat ia melangkah pergi, sebuah tembakan terdengar—Eileen tak sengaja menembak dirinya sendiri. Di momen itu, ia mulai sadar bahwa permainan yang ia mulai udah kelewat jauh.
Rahasia dan Ancaman dari Judge Brack
Belum sempat menenangkan diri, Hedda dihadang oleh Judge Brack (Nicholas Pinnock), sosok yang tahu semua kebenaran. Brack ngancam bakal buka mulut soal keterlibatan Hedda dalam tragedi Eileen.
Tapi ancaman itu bukan sekadar soal reputasi—Brack juga menjadikan situasi ini sebagai cara buat menguasai Hedda sepenuhnya. Dari sini, film memperlihatkan gimana ia, yang selama ini memegang kendali, akhirnya terjebak jadi korban permainan orang lain.
Senyum Terakhir di Tengah Danau
Dalam keputusasaan, Hedda lari ke danau, mengisi saku bajunya dengan batu dan perlahan berjalan ke air. Tapi sebelum tenggelam, seseorang dari rumah teriak bahwa Eileen masih hidup.
Ia berhenti, menatap ke depan, lalu tersenyum—bukan senyum bahagia, tapi senyum penuh arti: antara kebebasan dan kehancuran. Kamera berhenti di sana, bikin penonton bertanya-tanya apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
Menurut DaCosta, akhir film ini memang dirancang buat meninggalkan tanya, bukan jawaban. Tessa Thompson bilang, senyum itu menggambarkan momen di mana Hedda “berada di antara kegelapan dan kemungkinan baru.”
Sementara karakter lain seperti George dan Brack seolah nggak belajar apa pun, Ia sendiri justru berdiri di ambang perubahan—atau mungkin, kebinasaan yang ia pilih sendiri.
Ending Hedda ini adalah refleksi tentang kontrol, kebebasan, dan cara perempuan melawan sistem yang ngerenggut dua-duanya.
Baca Juga, Yah! Blue Moon (2025): Kayaknya Nggak Ada yang Beneran Mencintaiku
Review Hedda (2025), Worth It atau Skip?

Kamu pasti sadar film ini bukan tipikal drama klasik yang aman. Nia DaCosta bikin sesuatu yang berani—emosional, tegang, dan visualnya elegan tapi tetap menggigit. Nah, bagian ini bakal ngebahas gimana para kritikus dan penonton ngelihat film ini dari berbagai sisi.
Visual dan Akting: Dua Senjata Utama
Kekuatan terbesar film ini ada di performa dan atmosfernya. Tessa Thompson tampil luar biasa, ngeracik pesona dan kehancuran jadi satu karakter yang susah dilupain. Aktingnya tenang tapi tajam, tiap tatapan seolah bisa melukai.
Nina Hoss sebagai Eileen Lovborg jadi lawan main yang seimbang, penuh energi dan gesekan emosional yang bikin tiap adegan terasa hidup. Musik garapan Hildur Guðnadóttir juga nggak kalah kuat—ritmis, bikin gelisah, dan nambah sensasi terjebak di dunia batin Hedda yang gelap dan rapuh.
Kritikus banyak muji film ini sebagai adaptasi yang “liar tapi elegan”. Visualnya memukau dan naskahnya terasa segar, terutama karena keberanian DaCosta menampilkan tokoh utama sebagai perempuan kulit hitam berdarah campuran dengan identitas queer.
Karakter ini akhirnya punya lapisan baru—lebih relevan dan lebih manusiawi. Dari sisi penyutradaraan, DaCosta sukses ngebawa cerita panggung klasik jadi sinema yang terasa modern tanpa kehilangan ruh teatrikalnya.
Tapi, Film ini Bukan Buat Semua Orang
Meski banyak pujian, film ini juga dapet beberapa kritik. Ada yang bilang bagian awal film—adegan interogasi polisi—nggak terlalu perlu. Beberapa penonton ngerasa alurnya agak lambat dan gaya teatrikalnya terlalu dominan.
Di sisi lain, beberapa pengguna IMDb menilai tema lesbian di film ini terkesan dipaksakan atau aksen Tessa Thompson terdengar janggal. Tapi bagi sebagian besar penonton, justru di situlah keberanian film ini diuji.
Kalau Menurut Lemo Blue Sih…
Kalau kamu suka film penuh emosi, sinematografi artistik, dan karakter perempuan yang kompleks, Hedda jelas worth it buat ditonton. Film ini bukan tontonan ringan, tapi jadi pengalaman sinematik yang nyentuh dan bikin mikir lama setelah layar gelap.
Thompson dan Hoss berhasil ngubah kisah klasik jadi sesuatu yang terasa baru dan berani—dan itu aja udah alasan kuat buat kamu kasih waktu 107 menit buat film ini.
Daftar Pemain
Kenalan dulu sama para aktor yang ngasih napas ke tiap karakter film. Cast-nya solid banget, masing-masing punya energi khas yang bikin ceritanya makin intens dan elegan.
- Tessa Thompson sebagai Hedda Gabler
- Nina Hoss sebagai Eileen Lovborg
- Imogen Poots sebagai Thea Clifton
- Nicholas Pinnock sebagai Judge Roland Brack
- Tom Bateman sebagai George Tesman
- Finbar Lynch sebagai Professor Greenwood
- Mirren Mack sebagai Tabitha Greenwood
- Kathryn Hunter sebagai Bertie
Ketika Elegansi Bertemu Kekacauan
Film ini main di ranah emosi yang rumit, memperlihatkan sisi manusia yang haus kendali, cinta, dan kebebasan dalam satu napas yang penuh tekanan. Visual yang megah, akting yang kuat, dan dialog yang tajam bikin film terasa hidup—gelap, tapi memikat.
Dan kalau kamu pengin terus update soal dunia sinema yang selalu berubah, jangan lupa eksplor lebih banyak berita film dan series seru lainnya bareng kami di Lemo Blue — tempat cerita dan layar lebar bertemu dengan gaya yang santai tapi berisi.