Rekap Love, Death + Robots Season 3

Rekap Love, Death + Robots Season 3: Imajinasinya Ngeimajinasi Banget

Kamu pasti udah gak asing lagi sama Love, Death + Robots, serial antologi animasi pemenang Emmy yang diciptakan oleh Tim Miller dan diproduseri bareng David Fincher. 

Di season ketiganya, seri ini balik lagi dengan sembilan kisah futuristik yang ngeri-ngeri sedap — mulai dari robot, alien, sampai monster yang mencerminkan masa depan manusia.

Tapi yang bikin Volume 3 makin viral, bukan cuma ceritanya aja. Ingat waktu Lisa Blackpink muncul di Halloween pakai kostum Jibaro

Yup, momen itu bikin fans sadar: serial ini gak cuma tentang animasi, tapi juga soal gimana seni, budaya pop, dan emosi bisa nyatu jadi satu cerita yang gila-gilaan.

Rekap Love, Death + Robots Season 3: 9 Cerita, 9 Dunia

sinopsis Love, Death + Robots Season 3

Kamu yang udah nonton Love, Death + Robots pasti tahu: setiap episodenya kayak mimpi aneh yang susah dilupain. Volume 3 ini hadir dengan kisah lebih tajam, visual yang makin gila, dan pesan yang nyelekit soal manusia, teknologi, dan… kucing di luar angkasa. 

1.Three Robots: Exit Strategies

Mulai dari yang ringan tapi nyelekit. Episode ini nyindir manusia dengan cara paling lucu dan kejam sekaligus.

Di Love, Death + Robots: Three Robots – Exit Strategies, trio robot favorit—K-VRC, XBOT 4000, dan 11-45-G—balik lagi keliling bumi pascaapokaliptik buat “belajar” kenapa manusia musnah. 

Mereka ngelihat kamp survivalist yang saling bunuh demi makanan, para miliarder yang dikhianati AI mereka sendiri, sampai politisi yang terjebak di bunker dan akhirnya… makan satu sama lain. Semua demi “demokrasi ekstrem”.

Di akhir, robot-robot ini sadar: manusia bukan punah karena kiamat, tapi karena serakah dan egois. 

Roket terakhir yang diluncurkan ke Mars ternyata sukses—tapi penghuninya malah seekor kucing cerdas pakai baju astronot, yang nyeletuk sinis, 

“Who were you expecting? Elon Musk?”

Cast: Josh Brener, Gary Anthony Williams, Siri, dan Chris Parnell.

2. Bad Travelling

Begitu suasana berubah gelap, kamu tahu ini bagian David Fincher. Penuh darah, tipu daya, dan keputusan gila.

Episode ini ngikutin Torrin, perwira pertama kapal pemburu hiu yang diserang monster kepiting raksasa bernama Thanapod. 

Monster itu bisa ngomong, dan negosiasi dimulai—antara kematian cepat atau perjalanan ke pulau Phaedin yang penuh manusia tak berdosa. Torrin memegang kendali, tapi kru lain mulai curiga dan ingin memberontak.

Ternyata, semua kru, termasuk Torrin sendiri, memilih tujuan ke Phaedin. Tapi Torrin menipu mereka—membakar kapal, menghancurkan Thanapod, dan memastikan ribuan orang di pulau itu tetap hidup. 

Ia selamat sendirian di sekoci, dengan mata kosong antara pahlawan atau pembunuh berdarah dingin.

Cast: Troy Baker, Elodie Yung, Kevin Jackson, Time Winters, dan Jason Flemyng.

3. The Very Pulse of the Machine

Setelah kegelapan laut, kita loncat ke ruang hampa—di mana batas hidup dan mati kabur di antara puisi dan mesin.

Di bulan Jupiter, Io, astronot Martha Kivelson kecelakaan bareng rekannya, Burton. Cuma dia yang selamat—terluka, halu, dan ditemani suara sahabatnya yang udah mati. 

Suara itu mulai bicara dalam bentuk puisi, dan Martha sadar… suara itu bukan halusinasi. Io sendiri ternyata makhluk hidup—sebuah mesin sadar yang ingin “mengenalnya”.

Saat oksigennya habis, Martha sadar dia nggak akan sampai ke lander. Jadi, dia memilih tenggelam ke kolam panas Io, melebur jadi bagian dari planet itu. 

Ending-nya ambigu: apakah Martha mati, atau hidup abadi dalam kesadaran kosmik Love, Death + Robots?

Cast: Mackenzie Davis, Holly Jade, David Shatraw.

4. Night of the Mini Dead

Setelah episode berat dan filosofis, Love, Death + Robots ngasih kamu sesuatu yang absurd dan ngakak banget.

Kisah ini mulai dari hal paling random: sepasang kekasih yang lagi “panas” di kuburan. Karena ulah mereka, salib kebalik dan kesamber petir—bam! dunia kena wabah zombie super cepat. 

Dengan gaya stop-motion miniatur, kita liat dunia hancur dari sudut pandang kecil nan kocak. Kota-kota tumbang, pasukan gagal total, bahkan paus zombie muncul di laut. Semuanya chaos tapi lucu banget buat ditonton.

Di akhir, saat zombie udah nyerbu Gedung Putih, presiden panik dan ngebomb seluruh dunia. Kamera lalu zoom out, ngeliatin Bumi meledak kecil di galaksi—diiringi suara kentut pelan. 

Singkat, satir, dan benar-benar khas Love, Death + Robots: manusia menghancurkan diri sendiri dengan cara paling bodoh.

Cast: Tidak ada nama resmi, karena semua suara dipercepat secara komedik.

5. Kill Team Kill

sinopsis Love, Death + Robots Season 3 episode

Begitu kamu mulai ngerasa aman, episode ini langsung lempar kamu ke medan perang penuh darah dan ledakan.

Bayangin versi militer dari Love, Death + Robots yang digabung sama energi gila Rambo. Sekelompok pasukan elite AS diserang beruang cyborg hasil eksperimen CIA. Monster ini bukan beruang biasa—punya cakar titanium, gigi berlian, dan insting mesin pembunuh. 

Dengan gaya penuh makian dan tawa sarkas, mereka berusaha bunuh makhluk “tak bisa dibunuh” itu bareng sersan yang jadi satu-satunya penyintas dari tim sebelumnya.

Aksi brutal berujung tragis. Saat akhirnya beruang roboh karena tembakan pas di jantung, matanya nyala—dan boom! meledakkan seluruh gunung. 

Semua tentara musnah, dan dunia kehilangan satu pasukan sombong lagi. Love, Death + Robots emang jagonya nyindir ego manusia, bahkan lewat beruang robot.

Cast: Joel McHale, Gabriel Luna, Seth Green, Steve Blum, dan Andrew Kishino.

Baca Juga, Yah! Rekap The Witcher Season 4: Geralt, Ciri, dan Yennefer Berpisah Tapi Tak Pernah Lepas

7. Swarm

Setelah 6 episode yang rusuh, kini giliran kisah sunyi dan gelap yang bikin mikir lama.

Episode “Swarm” ngebawa kamu ke luar angkasa, di mana dua ilmuwan manusia—Galina dan Simon Afriel—meneliti ras serangga alien dengan sistem koloni sempurna yang disebut Swarm. 

Makhluk-makhluk ini hidup tanpa konflik, tanpa ego, dan semuanya tunduk pada satu kesadaran bersama. Simon mulai ngerasa bisa “memanfaatkan” mereka buat keuntungan manusia, tapi rencana itu malah bangunin sesuatu yang jauh lebih cerdas dari dirinya sendiri.

Di ending, Swarm bereaksi. Koloni itu membentuk kasta baru yang bisa berpikir—dan bilang ke Simon kalau banyak spesies dulu mencoba menaklukkan mereka, semuanya gagal dan akhirnya diserap. Sekarang giliran manusia. 

DNA Simon dan Galina bakal dipakai buat menciptakan manusia baru yang tunduk pada Swarm. Sebuah penutup pahit yang ngasih tamparan keras: Love, Death + Robots selalu punya cara elegan buat ngingetin manusia kalau rasa ingin menguasai justru jadi awal kehancuran.

Cast: Rosario Dawson, Jason Winston George, dan Fred Tatasciore.

8. In Vaulted Halls Entombed

Setelah episode-episode yang lebih “fiksi manusia”, Love, Death + Robots tiba-tiba nyeret kamu ke dalam kengerian kosmik yang nggak bisa dijelaskan.

Ceritanya dimulai dari misi penyelamatan di pegunungan Afghanistan. Sebuah tim pasukan khusus Amerika masuk ke sistem gua buat mencari sandera. 

Tapi makin dalam mereka masuk, makin jelas kalau tempat itu bukan sekadar gua — melainkan penjara bagi sesuatu yang jauh lebih tua dan mengerikan. 

Sebuah makhluk kuno, semacam dewa Lovecraftian, terbangun dari tidur panjangnya dan mulai mempengaruhi pikiran para tentara.

Satu per satu kehilangan kendali, saling bunuh, sampai akhirnya cuma Harper yang tersisa. Dia sadar, kalau membebaskan makhluk itu berarti akhir dunia. Jadi dia tembak rekan terakhirnya, Coulthard, yang udah dikendalikan si dewa. 

Dalam keputusasaan, Harper ngambil keputusan ekstrem — dia ngiris mata dan telinganya sendiri supaya nggak lagi bisa “mendengar” atau “melihat” kekuatan si makhluk. Dia keluar hidup-hidup, tapi dalam keadaan hancur total.

Itu dia cara Love, Death + Robots menutup kisah ini: bukan dengan kemenangan, tapi pengingat kalau pengetahuan tertentu sebaiknya tetap terkubur.

Cast: Joe Manganiello, Christian Serratos, Jai Courtney, dan Fred Tatasciore.

9. Jibaro

jibaro Love, Death + Robots Season 3

Kalau episode sebelumnya tentang kengerian, yang satu ini seperti tarian indah menuju kehancuran.

“Jibaro” garapan Alberto Mielgo terasa seperti mimpi buruk yang cantik. Di tengah hutan, sekelompok conquistador bertemu sosok siren berbalut emas—wanita berkilau yang menari dan menyanyi. 

Suaranya bikin para prajurit menjerit, saling bunuh, dan tenggelam dalam obsesi. Cuma satu orang yang selamat: Jibaro, prajurit tuli yang kebal terhadap panggilannya.

Siren penasaran pada Jibaro, sementara Jibaro terpesona bukan karena cinta, tapi karena emas yang menutupi tubuhnya. 

Hubungan mereka cepat berubah jadi eksploitasi brutal. Jibaro menyerang dan merampas harta dari tubuh sang siren, lalu kabur. 

Tapi karma datang cepat — saat dia minum air sungai yang berubah merah karena darah siren, pendengarannya pulih. 

Dan begitu siren kembali bernyanyi, dia nggak bisa menahan diri. Ia terseret kembali ke danau, tenggelam bersama jasad para lelaki serakah sebelumnya.

Dengan gaya visual yang memukau dan simbolisme yang kuat, Love, Death + Robots menutup Volume 3 dengan peringatan pahit: keserakahan selalu berujung kehancuran, tak peduli seberapa indah bentuknya.

Cast: Girvan “Swirv” Bramble, Sara Silkin, dan Megan Goldstein.

Baca Juga, Yah! Rekap Selling Sunset Season 9: Ada Konflik Besar Nih Di O Group

Akhir yang Mengguncang dan Menggoda Pikiran

Love, Death + Robots Volume 3 berhasil nunjukin satu hal: cerita pendek pun bisa ngasih tamparan besar ke perasaan dan pikiran. 

Setiap episode punya gaya, pesan, dan emosi yang berbeda — dari sindiran sosial, filosofi tentang kemanusiaan, sampai eksplorasi absurditas hidup. 

Visualnya tetap luar biasa, narasinya tajam, dan tiap endingnya bikin kamu mikir lama setelah layar gelap. Ini adalah pengalaman yang mengguncang batas antara manusia dan mesin, cinta dan kehancuran.

Kalau kamu suka rekap series yang ngebahas makna di balik layar dan cerita-cerita yang mindblowing kayak gini, jangan berhenti di sini ya, LemoList! 

Masih banyak dunia lain yang bisa kamu jelajahi bareng Lemo Blue — dari animasi penuh filosofi sampai serial live-action yang bikin jantung deg-degan. Yuk, terus eksplor dan nikmati setiap kisahnya