Sinopsis Frankenstein

Guillermo del Toro Frankenstein (2025): Bikin Kamu Nangis, Bukan Takut

Frankenstein (2025) akhirnya datang! Setelah penantian panjang, Guillermo del Toro kembali dengan karya paling ambisiusnya—sebuah adaptasi gothic horror dari novel klasik Mary Shelley yang melegenda. 

Dunia Victorian tahun 1857 yang kelam dan penuh misteri, dikemas dalam gaya khas del Toro: gelap, megah, dan penuh simbolisme tragis. 

Film berdurasi dua jam lebih ini memadukan drama, horor, dan fantasi dengan sentuhan dark fairy tale yang bikin merinding sekaligus terharu. 

Mulai tayang terbatas di bioskop pada 17 Oktober 2025 dan rilis di Netflix 7 November, siapkah kamu menghadapi monster yang ternyata lebih manusia dari penciptanya?

Sinopsis Frankenstein: Dari Eksperimen Hingga Penebusan

Sinopsis Frankenstein versi Guillermo del Toro

Frankenstein versi Guillermo del Toro tentang perjalanan batin seorang ilmuwan yang kehilangan arah dan makhluk ciptaannya yang justru menemukan sisi kemanusiaan. 

Ceritanya dibuka dengan suasana dingin menusuk di Kutub Utara, tempat Victor Frankenstein (Oscar Isaac) berlindung di kapal yang terjebak es. Di sana, ia dikejar oleh makhluk yang ia ciptakan sendiri—si Creature (Jacob Elordi)—yang datang bukan hanya untuk membalas dendam, tapi menuntut jawaban.

Melalui kilas balik, kita melihat masa lalu Victor yang tumbuh di bawah ayahnya yang keras, Leopold. Dari sanalah lahir sosok ilmuwan muda yang jenius tapi haus pengakuan. 

Terobsesi menaklukkan kematian, Victor akhirnya menciptakan kehidupan dari potongan tubuh manusia—dan di sinilah bencana dimulai. Begitu makhluk itu hidup, ia malah meninggalkannya, menolak tanggung jawab atas ciptaannya sendiri.

Del Toro menggambarkan sang Creature bukan sebagai horor tanpa jiwa, tapi makhluk yang belajar, berpikir, bahkan merasa. Ia mencoba memahami dunia, namun terus diusir dan disakiti. Dalam kesunyian dan penolakan itu, muncul rasa iba dari penonton—karena di balik wujud menyeramkan, ada jiwa yang hanya ingin diterima.

Satu-satunya cahaya dalam kisah ini datang dari Elizabeth (Mia Goth), tunangan adik Victor. Dialah yang melihat sisi baik dalam sang Creature. Ia jadi suara hati di tengah kekacauan, menghadirkan simpati dan harapan dalam dunia yang penuh rasa takut dan ego manusia.

Namun, tragedi besar menanti. Dalam amarah dan cemburu, Victor tanpa sengaja membunuh Elizabeth di hari pernikahan. Momen itu memecahkan segalanya—baik bagi Creature maupun Victor. Sang makhluk tak lagi hanya mencari pembalasan, tapi juga pemahaman: 

Mengapa manusia menciptakan kehidupan hanya untuk menghancurkannya? 

Dari sinilah, Frankenstein berubah jadi kisah perburuan emosional antara pencipta dan ciptaannya—dua sosok yang terikat dalam rasa bersalah, dendam, dan pencarian makna hidup.

Baca Juga, Yah! She Walks in Darkness (2025): Cahaya Nggak Selalu di Pihak Pahlawan

Ending Frankenstein (Spoiler!): Monster yang Belajar Memaafkan

Ending Frankenstein 2025 (Spoiler!): Monster yang Belajar Memaafkan

Bagian akhir Frankenstein versi Guillermo del Toro ini bikin dada sesak dan hangat di saat bersamaan. Setelah perjalanan panjang penuh amarah dan rasa bersalah, kisah ini berakhir bukan dengan kehancuran, tapi dengan keheningan dan pengampunan.

1. Rekonsiliasi di Kutub

Di tengah hamparan es yang membeku, Victor Frankenstein terbaring lemah di kapal yang nyaris tak bisa bergerak. Di sanalah Creature akhirnya menemukan penciptanya. Alih-alih pertempuran berdarah, del Toro memberi kita percakapan yang menyayat hati. 

Victor, yang sekarat, akhirnya menyadari dosa terbesarnya—kesombongan dan penolakannya terhadap makhluk yang ia ciptakan. Ia menatap Creature dengan penyesalan dan menyebutnya “anak”

Dalam detik-detik terakhir hidupnya, Victor memohon agar sang Creature terus hidup dan menghargai kehidupan sebagai anugerah, bukan kutukan. Sang Creature, yang selama ini hanya tahu sakit dan dendam, akhirnya luluh. 

Ia memaafkan penciptanya, menyadari bahwa mungkin keduanya hanyalah dua jiwa rusak yang saling menciptakan penderitaan. Victor meninggal dengan tenang, dan untuk pertama kalinya dalam kisah Frankenstein, ada kedamaian di antara pencipta dan ciptaannya.

2. Makna Akhir

Setelah kepergian Victor, Creature sadar bahwa ia tak bisa mati seperti manusia. Tubuhnya abadi, tapi hatinya hancur. 

Namun kali ini, ia memilih untuk hidup, bukan tenggelam dalam kesedihan. Dengan kekuatan besar, ia mendorong kapal agar kru bisa pulang dengan selamat—sebuah tindakan kecil yang menunjukkan sisi manusiawinya.

Lalu, ia berjalan menjauh ke cakrawala bersalju, menatap langit dengan mata berkaca. Air mata jatuh, tapi ada senyum tipis di wajahnya. Del Toro menutup film dengan kutipan puisi Lord Byron: 

“The heart will break and yet brokenly live on.” 

Sebuah kalimat yang merangkum segalanya—bahwa bahkan hati yang hancur tetap bisa hidup, dan dalam keabadian yang sepi itu, sang Creature akhirnya menemukan harapan.

Review Frankenstein 2025: Worth It atau Skip?

Review Frankenstein 2025: Worth It atau Skip?

Kalau kamu penasaran apakah Frankenstein (2025) ini layak ditonton, tenang, LemoList — kita bahas dengan jujur di sini. Del Toro memang nggak bikin film untuk semua orang, tapi kali ini, hasilnya seperti karya seni hidup: megah, emosional, dan penuh rasa. 

Meski ada beberapa bagian yang bikin sebagian penonton ngeluh, Frankenstein tetap terasa seperti pengalaman sinema yang layak banget kamu saksikan di layar terbesar.

1. Kelebihan Film

Secara visual, Frankenstein tampil luar biasa. Setiap adegan terlihat seperti lukisan gothic yang bergerak—penuh detail, simbolisme, dan atmosfer dingin yang indah. 

Del Toro kembali membuktikan kemampuannya menciptakan dunia yang kelam tapi memesona. Penggunaan efek praktikal ketimbang CGI bikin film ini terasa hidup dan nyata.

Secara tema, film ini punya kedalaman emosional yang kuat. Bukan cuma soal monster dan ilmuwan, tapi tentang luka, amarah, dan kemanusiaan yang rapuh. Kritikus menyebutnya sebagai “opera gothic yang berdenyut dengan hati besar di balik salju.”

Dan soal akting? Jacob Elordi benar-benar mencuri perhatian sebagai sang Creature — menyayat hati tanpa harus banyak bicara. 

Oscar Isaac memerankan Victor dengan intensitas tinggi, memperlihatkan sisi jenius sekaligus kegilaannya. Mia Goth tampil memukau sebagai Elizabeth, jadi titik moral yang bikin cerita tetap terasa manusiawi.

2. Kritik & Kekurangan

Tapi ya, nggak semua sempurna, LemoList. Beberapa penonton merasa Frankenstein agak lambat dan terlalu panjang. Beberapa adegannya terkesan terlalu teatrikal, seperti nonton panggung seni, bukan film horor yang bikin kaget.

Bagi yang berharap kisah ini penuh adegan menyeramkan, mungkin bakal sedikit kecewa. Del Toro lebih fokus pada drama dan rasa daripada teror. Ada juga yang merasa ending-nya terlalu lembut—alih-alih kehancuran total seperti di novel, film ini menutup kisah dengan pengampunan dan harapan.

Kalau Menurut Lemo Blue Sih… 

Kalau kamu suka film dengan sinematografi mewah, emosi yang dalam, dan kisah yang menggugah hati, Frankenstein jelas worth it. Ini bukan horor cepat saji, tapi karya yang mengundang kamu untuk merenung setelah kredit terakhir bergulir. 

Untuk pengalaman maksimal, tonton di bioskop, nikmati setiap detailnya, dan biarkan del Toro membawa kamu masuk ke dunia gelap yang ternyata penuh cahaya.

Baca Juga, Yah! Everybody Loves Me When I’m Dead (2025): Duit Emang Bikin Lupa Diri

Daftar Pemeran Frankenstein 2025

Del Toro benar-benar milih cast yang kuat, masing-masing punya aura unik buat ngidupin karakter klasik ini dengan cara baru yang berkesan.

List of Cast “Frankenstein (2025)”

Berikut daftar pemeran utama yang berperan penting dalam film ini:

  • Oscar Isaac sebagai Victor Frankenstein
    Sang ilmuwan ambisius yang terobsesi menciptakan kehidupan baru. Penampilannya tajam, penuh emosi, dan bikin kamu ngerasa terjebak antara kagum dan takut.
  • Jacob Elordi sebagai The Creature
    Sosok monster yang justru paling manusiawi di antara semuanya. Elordi tampil menyayat hati—diam, tapi dalam banget.
  • Christoph Waltz sebagai Harlander
    Figur misterius yang berperan besar di balik ambisi Victor. Waltz memberi sentuhan elegan tapi berbahaya yang khas banget.
  • Mia Goth sebagai Elizabeth (Elizabeth Lavenza / Caroline Beaufort)
    Karakter yang jadi jantung emosional film ini. Mia Goth bikin setiap adegan terasa lembut tapi tragis.
  • Felix Kammerer sebagai William Frankenstein
    Adik Victor yang jadi simbol kepolosan dalam kisah penuh dosa ini.
  • Charles Dance sebagai Leopold Frankenstein (Ayah Victor)
    Menampilkan figur ayah yang keras, menekan, tapi tetap berpengaruh besar pada sisi gelap Victor.
  • David Bradley sebagai Blind Man
    Satu-satunya karakter yang memperlakukan Creature dengan kasih—adegannya jadi salah satu momen paling menyentuh di Frankenstein.
  • Lars Mikkelsen sebagai Captain Anderson
    Pemimpin ekspedisi yang membawa cerita ke puncak konflik di kutub es.
  • Christian Convery sebagai Young Victor Frankenstein
    Versi muda Victor yang nunjukin dari mana obsesi dan rasa kehilangan itu bermula.
  • Nikolaj Lie Kaas sebagai Chief Officer Larsen
    Karakter militer yang keras dan skeptis, bikin tensi film makin tinggi.

Monster, Manusia, dan Makna Hidup

Frankenstein versi Guillermo del Toro tentang manusia yang berusaha berdamai dengan luka dan penyesalan. Film ini mengajak kamu merenung: siapa sebenarnya “monster” di antara mereka?

 Visual yang megah, akting yang kuat, dan nuansa melankolis bikin cerita klasik ini terasa baru—lebih manusia, lebih emosional. Buat kamu yang suka ngebahas sisi filosofis di balik film besar kayak gini, jangan berhenti di sini. 

Masih banyak banget berita film seru, ulasan mendalam, dan hidden gems lain yang bisa kamu temuin bareng tim Lemo Blue. Yuk lanjut eksplorasi dunia film dan series yang penuh cerita tak terduga!